Aneh tapi nyata. Itulah sebutan untuk peredaran beragam obat palsu yang saat ini justru makin marak. Namanya obat, bisa saaja memiliki efek samping selain dapat menyembuhkan penyakit. Lalu bagaimana nasib si sakit jika yang dikonsumsi ternyata obat palsu? Adakah cara tepat untuk mengantisipasinya? Bisnis obat sangat menggiurkan. Itu sebabnya banyak yang tertarik bermain di situ. Di antara banyak pengusaha obat itu sebagian beroperasi secara tidak resmi dan hanya memikirkan keuntungan bisnis di atas penderitaan orang lain. Mereka kehilangan rasa kemanusiaan terhadap si sakit dan keluarganya. Obat palsu, itulah sebutan bagi obat-obatan yang diedarkan tidak memenuhi peraturan yang ada. Ada tiga kategori suatu obat disebut obat palsu. Pertama, yaitu bahan, takaran dan mereknya sama dengan obat asli, tetapi dibuat oleh produsen bukan pemegang merek.
Kedua, mereknya sama tetapi bukan biatan produsen yang sama, dan isinya substandar. Ketiga, mereknya sama, tetapi isnya bukan obat dan tidak jelas pembuatannya. Jenis ketiga ini paling merugikan. Obat palsu juga mencakup suatu produk yang tidak mencapat izin resmi. Produk yang ternyata berisi bahan berkhasiat lain un disebut obat palsu. Berakibat Fatal Pemalsuan dan peredaran obat palsu mencakup berbagai macam jenis, mulai dari obat-obatan kimia, jamu, suplemen mapun obat tradisional Cina (Traditional Chinese Medicine) yang lazim disebut TCM. Sejauh ini pemalsuan paling banyak dilakukan terhadap obat-obatan terkenal dan obat penyakit kronis. Persoalan serius sangat mungkin timbul akibat obat palsu tersebut, lebih-lebih karena menyangkut jarapan hidup seseorang. Bayangkan betapa berbahayanya bila penderita diabetes mengonsumsi obat ;alsu yang terbukti tidak mengandung zat pengontrol kadar gula darah sama sekali. kdar gula pasien bisa melonjak tinggi hingga mengakibatkan koma atau bahkan lebih fatal algi. Obat palsu lain yang juga mengundang bahaya adalah cairan injeksi Kamethasone. Suntikan ini digunakan untuk menenangkan pasien syok atau asma berat. Namun, bila yang disuntukkan Kalmethasone dengan akdar zat aktif nol persen, pasien bisa meninggal. Maraknya peredaran obat palsu, menurut Ida Marlinda dari yayasaan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), dipengaruhi oleh mahalnya obat asli di apotek atau distribusi resmi. Karena jalur distribusi yang kelewat panjang dan berbelit-belit, konsumen cenderung terjebak membeli obat palsu yang harganya lebih murah. Faktor lain adalah kurangnya kesadaran dan pengetahuan tentang jenis obat. Ditambah dengan kebutuhan yang mendesak, menjadikan khasiat dan keamanan obat diabaikan. Sulitnya menutup ruang gerak peredaran obat palsu tersebut juga diakui BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan). Buktinya setiap tahun selalu ditemukan beberapa jenis obat palsu di berbagai tempat, di antaranya Amoxsan 500 (kapsul), Fansidar (tablet). Ponstan 500 (kaplet), deztamine (tablet), dan Daonil (tablet) Soal pemalsuan ini sebetulnya sudah lama berlangsung dan banyak pula pihak yang mengetahuinya, tetapi tetap saja tidak bisa diberantas secara tuntas. Kondisi ini terus berlanjut seiring dengan ompongnya taring hukum. Hal ini dipahami sekaligus dimanfaatkan betul oleh para pedagang dan produsen obat palsu yang hanya memikirkan untung besar semata. Ganjaran ringan Di KUHP, pemalsua obat dapat dikenakan sanksi pasal 386 ayat 1 dan dipenjara selama-lamanya empat tahun. Sementara sesuai UU nomor 23 tentang Kesehatan, pelaku bisa dihukum penjara selama 15 tahun dan denda paling banyal Rp 300 jutaa. Menurut UU Perlindungan Konsumen nomor 8 tahun 1999, pelaku dapat dikenai sangksi pidana penjara paling lama lima tahun dan denda harta benda senilai Rp 2 miliar. Kenyataannya, dari 426 kasus pemalsuan yang dilaporkan selama April 1999 hingga Juni 2000, hanya tujuh kasus yang sampai ke putusan pengadilan. Hukumannya pun hanya berupa denda Rp 200 ribu-Rp250 ribu atau kurungan satu sampai dua bulan. Diantaranya kasus pemalsuan obat senilai Rp 1 miliar di Jawa Tengah. Hakim hanya mengaganjar tiga bulan penjara dengan masa percobaan lima bulan bagi si pelaku. Duta BPOM menyebutkan, sejauh ini vonis tertinggi bagi pemalsu obat hanya tujuh bulan penjara, yaitu yang terjadi di tahun 1999. Dendanya antara Rp 200 ribu – Rp 750 ribu, susider satu hingga empat bulan penjara. Sementara di tahun 2000, rata-rata vonis hanya denda Rp 150 ribu hingga Rp 1,5 juta, subsider satu hingga tiga tahun penjara. YLKI melihat kenyataan yang membuat konsumen obat tak berdaya, seharusnya menjadi perhatian serius pemerintah. Selain juga harus terus mendidik masyarakat agar menjaddi konsumen yang aktif dengan bekal pengetahuan tentang obat maupun hak-haknya sebagaii konsumen. Di tingkat konsumen, meningkatnya pengetahuan yang didapat melalui konsultasi dengan dokter medis maupun penyembuh tradisional menjadi sangat penting demi menghindari penggunaan obat, jamu, suplemen, maupun obat TCM palsu. Ingat, obat palsu tidak mudah dikenali. Konsumen hanya mampu mengurangi risiko penggunaan obat palsu dengan membelinya di tempat resmi, khususnya untuk obat resep dokter. Pastikan dengan memeriksa ada tidaknya nomor registrasi dari BPOM, produsen atau agen penyalur, serta nomor kontak pusat layanan konsumen untuk produk jamu, suplemen dan obat TCM. Semua tersera pada konsumen apakah masih mau diracuni oleh obat, jamu, suplemen maupun obat TCM palsu hanya karena bisa membeli dengan harga lebih murah. Apa itu obat palsu? Menurut Peraturan Menteri Kesehatan nomor 242 tahun 2000, yang dikategorikan sebagai obat palsu adalah obat yang diproduksi oleh pihak yang tidak berhak menurut undang-undang. Ada beberapa macam obat palsu yaitu: 1. Produk yang mengandung bahan berkhasian dengan kadar memenuhi syarat, diproduksi, dikemas dan dilabel seperti produk aslinya, tetapi bukan dibuat oleh pabrik aslinya. 2. Obat yang mengandung bahan berkhasiat dengan kadar yang tidak memenuhi syarat. 3. Produk dibuat dengan bentuk dan kemasannn seperti produk asli, tetapi tidak mengandung bahan yang berkhasiat. 4. Produk yang menyerupai produk asli, tetapi mengandung bahan berkhasiat yang berbeda. 5. Produk yang diproduksi tanpa izin. Jangan terkecoh harga miring Memilih obat, jamu, suplemen, maupun obat TCM itu gampang-gampang susah, sekalipun untuk jenis atau merek yang memang terbukti baik dan telanjur populer. Pasalnya, saat ini beredar banyak sekali obat palsu yang sekilas sangat mirip dengan yang asli. Berikut ini beberapa cara untuk mengenali obat palsu: ? Periksa kemasannya dengan teliti. Secara fisik akan terlihat perbedaan, mulai dari segel pengaman, stiker hologram dan kualitas cetaknya. Jika perlu simpanlah contoh kemasan aslinya agar saat Anda membeli ulang, kemungkinan mendapat produk palsu dapat dicegah. ? Belilah produk di tempat resmi atau toko yang benar-benar Anda yakini menjual obat asli. Jangan mudah terpengaruh harga miring untuk produk serupa. ? Jika Anda ragu, mintalah bukti pembelian yang mencantumkan jenis produk, alamat, serta nomor kontak di tempat Anda membeli, agar mudahmelakukan keluhan jika terjadi masalah atau produk yang dibeli ternyata palsu. ? Pastikan tercantum kode atau daftar registrasi dari BPOM atau identitas lain yang menjamin produk tersebut asli. ? Untuk jamu, suplemen maupun obat TCM, pastikan selalu ada atau tercantum nama produsen maupun agen dan penyalur resminya. ? Satu yang tak boleh dilupakan adalah nomor telepon cutomer service atau alamat kontak maupun konsultasi pelanggan, yang biasanya tercantum pada kemasan. ? Hentikan pemakaian secepatnya dan segeralah berkonsultasi ke dokter jika Anda merasakan perubahan yang tidak semestinya, seperti muncul rasa sakit di bagian tubuh tertentu atau alergi akibat minum obat atau jamu tertentu. Sumber: Senior
0 komentar:
Posting Komentar